Peran keluarga saat ini dinilai oleh banyak kalangan telah tergeser oleh televisi dan berbagai tontonan yang tidak mendidik generasi penerus bangsa. Keluarga sebagai satu bagian penting dalam kehidupan berbangsa seharusnya bisa menjadi benteng pertahanan paling kuat dari serangan budaya yang tak sesuai dengan nilai nilai luhur bangsa kita. Coba perhatikan ada berapa kasus kekerasan di masyarakat, tindak kriminal, dan pembunuhan sadis yang tak mengenal peri kemanusiaan. Sudahkah anda menyadari jika keluarga gagal menjalankan peranan pentingnya untuk membentengi akhlak dan pendidikan budi pekerti pada generasi yang haus untuk menemukan jati dirinya secara utuh. Maraknya kasus perampokan, pemerkosaan, dan mabuk mabukan secara terbuka menjadi tanda jika peran penting keluarga mulai melemah.
Orang tua, sebagai bagian yang semestinya menjadi teladan pertama dalam membina moral terkadang bertindak kurang tepat. Seribu nasehat kebaikan mengapa tidak didengarkan oleh anak bukan karena nasehat itu tidak dahsyat, tetapi anak kebingungan mau bertindak apa ketika pesan bijak sampai ditelinganya. Sebagai contoh seorang ibu menasehati supaya anak anaknya tidak memendam perasaan benci kepada orang lain, tetapi pada saat yang sama ia sering mendengar pertengkaran diantara mereka, ayah menjelekkan ibu, dan ibu menyerang ayah. Pada saat hal semacam ini terjadi tentu anak mengalami kebingungan dalam memilih sikap yang tepat hingga akhirnya mereka mencari pedoman lain yang datang dari luar keluarga. Tidak apa apa sebenarnya dari mana kitamendapatkan pedoman asal semua itu mengarah pada kebaikan dan mempertinggi harga diri, tetapi yang menjadi kehawatiran adalah saat anak mendapat pedoman yang berdampak pada perilaku negatif yang sangat merugikan hidupnya.
Ketika seorang anak telah meyakini bahwa pedoman dari luar kelaurga itu lebih baik, lebih cool dan lebih modern sementara bekal nilai reliji tak ada dalam hatinya maka bisa dipastikan mereka sedang berjalan di atas jalan yang merusak masa depannya. Lagi lagi anak yang menjadi korban, mereka tak tahu lagi membedakan mana yang benar dan mana yang salah, yang penting enjoy, banyak teman, dan ngapain memikirkan omongan orang tua. Keanehan demi keanehan kemudian muncul seperti keterlibatan sang anak pada pemerasan di sekolah, mengkonsumsi minuman keras dan narkotika, dan tawuran yang merenggut nyawa orang lain. saat hal semacam ini datang orang tua biasanya melemparkan tanggung jawab pada dunia pendidikan, padahal semua orang juga tahu jika guru atau tenaga pendidikan tak bisa mengawasi mereka 24 jam nonstop. Sikap yang ditunjukkan oleh anak kadang berbeda dengan apa yang mereka lakukan diluar sekolah, tetapi sekali lagi kalau saja tiap keluarga mampu menjalankan peranan utamanya dalam memberi keteladanan akhlak mulia maka anak akan mudah dikendalikan tanpa perlu dinasehati dengan ribuan kata kata mutiara. Jadi peranan keluarga terletak pada adanya keteladanan dalam memberi contoh yang benar dalam menghadapi kehidupan
Orang tua, sebagai bagian yang semestinya menjadi teladan pertama dalam membina moral terkadang bertindak kurang tepat. Seribu nasehat kebaikan mengapa tidak didengarkan oleh anak bukan karena nasehat itu tidak dahsyat, tetapi anak kebingungan mau bertindak apa ketika pesan bijak sampai ditelinganya. Sebagai contoh seorang ibu menasehati supaya anak anaknya tidak memendam perasaan benci kepada orang lain, tetapi pada saat yang sama ia sering mendengar pertengkaran diantara mereka, ayah menjelekkan ibu, dan ibu menyerang ayah. Pada saat hal semacam ini terjadi tentu anak mengalami kebingungan dalam memilih sikap yang tepat hingga akhirnya mereka mencari pedoman lain yang datang dari luar keluarga. Tidak apa apa sebenarnya dari mana kitamendapatkan pedoman asal semua itu mengarah pada kebaikan dan mempertinggi harga diri, tetapi yang menjadi kehawatiran adalah saat anak mendapat pedoman yang berdampak pada perilaku negatif yang sangat merugikan hidupnya.
Ketika seorang anak telah meyakini bahwa pedoman dari luar kelaurga itu lebih baik, lebih cool dan lebih modern sementara bekal nilai reliji tak ada dalam hatinya maka bisa dipastikan mereka sedang berjalan di atas jalan yang merusak masa depannya. Lagi lagi anak yang menjadi korban, mereka tak tahu lagi membedakan mana yang benar dan mana yang salah, yang penting enjoy, banyak teman, dan ngapain memikirkan omongan orang tua. Keanehan demi keanehan kemudian muncul seperti keterlibatan sang anak pada pemerasan di sekolah, mengkonsumsi minuman keras dan narkotika, dan tawuran yang merenggut nyawa orang lain. saat hal semacam ini datang orang tua biasanya melemparkan tanggung jawab pada dunia pendidikan, padahal semua orang juga tahu jika guru atau tenaga pendidikan tak bisa mengawasi mereka 24 jam nonstop. Sikap yang ditunjukkan oleh anak kadang berbeda dengan apa yang mereka lakukan diluar sekolah, tetapi sekali lagi kalau saja tiap keluarga mampu menjalankan peranan utamanya dalam memberi keteladanan akhlak mulia maka anak akan mudah dikendalikan tanpa perlu dinasehati dengan ribuan kata kata mutiara. Jadi peranan keluarga terletak pada adanya keteladanan dalam memberi contoh yang benar dalam menghadapi kehidupan